Hosting Unlimited Indonesia
Siapkah Pemuda Indonesia menghadapi ASEAN Community

Siapkah Pemuda Indonesia menghadapi ASEAN Community





Di Eropa kita kenal ada istilah Uni Eropa, maka di Asia tenggara dikenal Asean. Berdasarkan hasil KTT ke-12 yang berlangsung di cebu negara Filipina yang menghasilkan deklarasi cebu, salah satu isinya adalah mempercepat Asean Comumunity/komunitas Aseanpada tahun 2015. Pada awalnya akan dilakasanakan pada tahun 2020. Pada tahun 2015 ini Asean akan "berintegrasi" atau menjadi satu kesatuan wilayah mejadisebuah organisasi kawasan yang lebih solid dan maju, membangun kebersamaan untuk satu tujuan yaitu satu visi, satu indentitas, satu komunitas. Sehingga dapat mendorong terciptanya suatu kekompakan, kesamaan visi satu tujuan, kesejahteraan bersama dan saling peduli di anatara negara kawasan asia tenggara atau Asean.

Dalam rangka menghadapi Asean community tahun 2015 ini,Indonesia sebagai negara tersebar wilayahnya di kawasan Asia Tenggara semestinya memainkan peranan yang sangat penting sebagaipenentu arah kebijakan ekonomi, politik, keamanan, sosial dan budaya dalam melaksanakan aturan dan ketentuan dalam Asean Community.Terbentuknya komunitas Asean 2015 sendiri ditopang oleh 3 (tiga) pilar utama yaitu komunitas politik dan keamanan, komunitas ekonomi asean, komunitas sosial dan budaya asean.
Dalam menghadapi asean community ini pemuda Indonesia tidak perlu takut dan ragu akan kemampuan pemuda indonesiadan sebagai bentuk partisipasinya para pemuda Indonea harus meningkatkan kualitas diri dan meningkatkan rasa kecintaan kepada bangsa dan tanah airnya serta sikap pemuda Indonesia dalam mengahadapi Asean Community menerima dengan positif, berantusias untuk saling bertukar pengetahuan dan memberikan dukungan diantara pemuda Asean. Dalam menghadapai persaingan tersebut Pemuda Indonesia tidak hanya mempunyai pengetahuan saja akan tetapi harus di topang dengan keterampilan atau skill yang mumpuni tentunya dalam bidang-bidang yang digeluti dan tak kalah penting kemampuan bahasa khususnya bahasa Inggris tentunya.
Untuk menghadapi Asean community2015penulis memberikan rekomondasi dalamhalperansertapemuda dalam menghadapi atau menyongsong Asean Community antara lain:
  • Peran Pemuda dalam Political and Security Community adalah Monitoring regulasi/kebijakan yang dibuat oleh pemerintah yang berkaitan dengan ASEAN Community menjaga stabilitas bangsa dan patriotisme.
  • Peran Pemuda dalam Economic Community adalah mempersiapkan dan membentuk kader pemuda dalam memberikan sosialisasi ASEAN Comunity, mencintai produk dalam negeri dan mengurangi konsumsi produk luar negeri, menciptakan inovasi baru, meningkatkan dan mempromosikan produk dari berbagai usaha, menyadari peluang usaha di daerah masing-masing yang berkaitan dengan keunikan daerah.
  • Peran Pemuda dalam Social Culture Community adalah meningkatkan dan melestarikan rasa kecintaan terhadap budaya daerah dan nasional, maksimalisasi penggunaan ilmu teknologi (IT) dalam berbagai aspek, mempersiapkan pemuda dalam menghadapi pergaulan internasional.

Agama, kekerasan dan pancasila

Agama, kekerasan dan pancasila

Dewasa ini di berbagai daerah di indonesia sering terjadi konflik yang mengatasnamakan agama. Banyak pemberitaan di berbagai media massa baik cetak maupun elektronik/media televisi.
Kekerasan merupakan realitas yang tidak lazim bila dikaitkan dalam sudut pandang kemanusiaan. Namun bila dilihat dari sisi peradaban seolah kekerasan tersebut dijadikan sebuah pembenaran apabila kekerasan tersebut mengatasnamakan agama.
Masih ingatkah kita semua kejadian-kejadian kekerasaan yang mengatasnamakan agama yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya seperti penyerangan terhadap ahmadiyah,sengketa tempat ibadah,penyerangan syiah di madura dan yang paling terbaru penyerangan pondok pesantren miliknya ust. Arifin Ilham beberapa waktu yang lalu.
kekerasan yang mengatasnamakan agama tidak hanya terjadi di indonesia saja bahkan terjadi diseluruh belahan dunia terutama yang paling menonjol adalah di timur tengah yaitu antara golongan sunni vs syiah. Dan yang terbaru dan masih hangat kekerasan antara sunni dan syiah di yaman(arab bagian selatan).
Ketika kita melihat fenomena-fenomena tersebut bila di kaitan dengan sejarah peradaban dunia kekerasan yang mengatasnamakan agama lihat sejarah perang salib,kekerasaan peradaban besar antara kristen dan islam.pada abad 17 kekerasaan atas nama agama antara protestan dan khatolik di eropa.fakta-fakta tersebut membuktikan bahwa agama sangat dekat dengan konflik.
Oleh karena itu diperlukan sikap hati-hati bagi segenap elemen bangsa agar tidak terjebak oleh argumen-argumen tertentu yang memaksakan suatu pembenaran menjadi kebenaran yang mengatasnamakan agama.nilai-nilai pancasila harus betul-betul di resapi agar keutuhan pancasila,keutuhan NKRI selalu terjaga.persatuan Indonesia harus selalu dijaga meskipun kita berbeda golongan,etnis,suku,ras,individu maupun golongan agama namun tetap bhinneka tunggal ika.

Penulis;
Kakanda Kiswanto

AMOR FATI; Untuk Sebuah Kehidupan Yang Bebas

AMOR FATI; Untuk Sebuah Kehidupan Yang Bebas

Siapapun kalian, yang ingin hidup bebas, lepas dari belenggu sekolah, otoritas, orang tua, masyarakat, dan belenggu-belengu lainnya yang serupa. Kalian tidak sendirian,  kalian juga bukan orang pertama yang berpikir bahwa semua belenggu tersebut takkan pernah lepas bahwa kebebasan seperti dapat kita rasakan dalam khayalan dan mimpi disiang bolong. Kita beranjak dewasa dengaan dicekoki kalimat bahwa "kita harus bertanggungjawab". Semua keluh kesah dalam dunia, kehidupan, kondisi sekeliling kita, selalu dijawab dengan nyanyian lama "terima saja, hidup memang tidak pernah adil" sepintas kita merasakan sinisme didalamnya setiap kali kalimat itu didengungkan, kita dapat melihat wajah si pelontar kata yang menyatakan dengan putus asa, bahwa ia tidak berdaya atas kehidupannya. Dan itulah kenyataan yang sebenarnya yang ingin ia katakan bahwa ia..termasuk kita semua tak berdaya. Namun dibalik semua itu, adalah mereka yang tak benar-benar menjalani hidup yang tak sesuai dengan keinginanya, mereka yang telah layu atau mati selagi hidup. Bagiku, kenyataan hidup tidak sesederhana kalimat "hidup memang tidak pernah adil" karena kemungkinan masih ada ruang untuk setiap manusia yang gigih dan berani mengeksplorasi setiap sudut kehidupan.

Terkadang aku juga seperti kalian, yang mengikuti dunia dengan sumpah serapah, tapi bisakah kita sedikit berbesar hati dengan mempertimbangkan sisi lain dari kehidupan yang pernah membuat kita tersenyum, merasa lepas, bebas dengan hati yang bergejolak. Moment-moment dimana kita akan berkata bahwa hidup itu tidak selalu busuk adalah ruang dan waktu dimana kita akan mengikuti mimpi dan keinginan. Memang keseharian kita dipenuhi dengan "kekerasan, kemiskinan, ketertindasan, peperangan, dan pengerusakan" yang disebabkan oleh para penguasa ekonomi dan para politisi. Sehari-hari kita dituntut untuk mengamini semua ini dengan duduk di depan kelas, menonton televisi, mematuhi majikan, dan membuat inersia kehidupan menjadi sebuah rutinitas kehidupan kita sendiri. Tapi, kehidupan yang bebas itu masih mungkin. "Hidup itu indah" bukanlah semata slogan perusahaan periklanan dan senyum Kaum Borjuis di depan televisi. Janganlah percaya atas apa yang disajikan oleh tayangan televisi kepadamu, kehidupan yang indah itu ada di sekitar kita, tersembunyi dibalik tirai jendela dan diluar dinginnya tembok-tembok penjara, seperti sinar matahari yang diselubungi awan, kita hanya perlu mengayuh angin untuk menyingkapnya.
Aku juga sadar bahwa hidup sekarang ini memang memilukan, hidup yang bebas dibawah tirani Kapitalisme dan Negara menjadi semacam Ilusi ketika setiap hari kita melakukan hal-hal yang tidak kita inginkan. Kita harus menjual, menipu dan berlaku tidak adil kepada sesama agar dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kita bahkan harus membuat mereka patuh seperti halnya atasan/pemimpin yang menginginkan kesetiaan kita. Mereka bilang kalau kita tidak mempersiapkan diri untuk masa depan maka tak ada alasan lagi untuk hidup. Kawan.. Orang-orang yang mengatakan seperti itu adalah mereka mencoba berkata kepadamu bahwa mereka lebih dewasa darimu karena mereka menginginkan kepercayaan dan kepatuhanmu seperti orang yang lebih dewasa sebelumnya yang telah merenggut kehidupan mereka, mereka menginginkanmu untuk menjadi budak sampai engkau mengamini perbudakan dirimu sendiri dan menerima legitimasi kekuasaan mereka terhadap hidupmu. Jadi, kapan kamu akan memulai menjalani hidupmu sendiri?
Argumen ini bukanlah suatu alasan untuk menyerang mereka yang berkata untuk bertahan hidup. Beberapa orang masih sulit melepas rutinitasnya dan menyalahkan mereka juga atas pilihan tersebut merupakan tindakan yang keliru walaupun kita semua tau bahwa pengaruh "rutinitas" kepada kehidupan kita. Semua ini bergantung pada pemahaman kita terhadap realitas keseharian. Hubungan antar manusia dan bagaimana hal tersebut membentuk kesadaran bahkan emosi kita, ada orang-orang terdekat kita yang menyukai pekerjaan mereka sebagai suatu wujud eksistensi didalam masyarakat. Tapi, yang terpenting dari semua itu adalah menyadari bahwa Eksistensi hidup takkan dapat diraih melalui semua itu melainkan dari apa yang benar-benar kita inginkan didalam hidup.
Sadarilah,,, bahwa majikanmu ingin memperbudakmu, sekolah mempersiapkanmu untuk menjadi bagian dari hubungan ekonomi_politik majikan dan budak, masyarakat menginginkanmu menjadi sesuatu yang tidak kamu inginkan, dan orang tua menghendakimu mengikuti jalan hidup mereka menjadi budak. Tapi percayalah,, bahwa kehidupan bebas berada diluar itu semua dan ingat! Kehidupan yang bebas bukanlah kekerasan yang mendominasi, memanipulasi, memperbudak sesama, dan menghancurkan alam sekitar (Biosfer) dari kesenangan kita, bukan!! Karena itu, kebebasan yang diamini oleh masyarakatmu sekarang adalah yang tidak bebas!
Aku keluar (bukan dikeluarkan) dari Kuliah dan tidak memikirkan bagaimana masa depanku akan menjadi, meninggalkan rumah, orang tua dan nilai-nilai suci yang menjadi warisanku. Tapi aku bahagia karena aku menjalani hidupku sesuai dengan keinginanku, aku juga bahagia karena aku bisa merasakan kesedihan sebagai bagian dari hidupku. Mereka bisa saja menuduhku egois, seenaknya, parasit, ceroboh atau apapun itu tanpa berkaca lebih dulu, mereka bisa saja menghakimiku dalam segala hal tapi, apa yang perlu mereka lakukan terlebih dahulu dalam diri mereka sendiri. Bisikan dalam hati sering kali tak nyaman untuk dikeluarkan apalagi diberitahukan kepada orang sekitar. Kita semua tau apa yang dikeluhkan dalam diri: ketidakpuasan yang kita rahasiakan sering kali dibaluti oleh keinginan-keinginan remeh, padahal apabila kita cermati lebih jauh keinginan tersebut menginginkan sesuatu yang lebih besar, lebih besar dari apa yang kamu ketahui, seperti ketika kamu menemukan cinta dan mengetahui apa yang kamu benci. Biarkan mereka bicara sesukanya dan menuduh sesukanya, biarkan mereka berkoar dengan penuh derita, hidup harus tetap terus berjalan dan memang sepatutnya, bahwa untuk menjalani hidup berarti mengetahui mana yang perlu diperjuangkan dan mana yang harus ditumbangkan.
Apa kau merasa muak diperintah, jenuh dengan kemonotonan hidup, merasa ada yang tak beres dengan hidupmu, muak dengan tayangan televisi dan sinetron-sinetron bodoh apalagi didalamnya para politisi, merasa hidupmu tak penuh karena standarisasi lingkungan di sekitarmu, serasa ingin meluap dan mencekik bos, dan mereka yang selalu memaksamu melakukan sesuatu yang tidak kau sukai sehingga kau ingin meledak dan bertindak lepas!
Amor Fati adalah ekspresi cinta akan hidup, adalah suplemen pemberontakan (bagi setiap pemberontak) untuk merayakan hidup. Amor Fati kami adalah sikap antipolitik, antiotoritas, karena kami menolak setiap ketertundukan dan kepatuhan pada apapun selain keinginan kami sendiri. Tak ada yang sakral sekalipun itu Anarkisme. Kami ingin memandang Dunia secara berbeda, dimana setiap kehidupan mempunyai hak untuk menentukan hidupnya sendiri dengan suatu pandangan dunia yang berguna untuk melepas setiap belenggu dalam kehidupan!
"Revolusi menuntut lahirnya jiwa-jiwa yang baru, yang Insting dan Inisiatifnya bergerak diluar logika massa, jangan menjadi atau merekrut pengikut_temukan sepantaranmu. Jangan menumpuk massa dan angka_lipat gandakan dirimu"

Bukan kau yang menyatakan waktunya, tapi waktu yang menyatakanmu
Dan setiap bom waktu
Mereka menari mengikuti iringan musik yang sama
Disebuah dunia yang dihuni oleh orang-orang yang tak dianggap
Aku adalah seorang...
Bom waktu
 (Chumbawamba)

Selalu saja ada kegilaan dalam Cinta, selalu saja ada alasan dalam kegilaan
 (Neitszche)

Penulis;
Rajul Moseley

(Mantum Komisariat Unindra Priode 2013-2014)

Kegiatann PILAR HMI; Asyik, Sukses dan Luar Biasa!


Pagi yang cerah tak melunturkan semangat para peserta mengikuti antrean registrasi ulang pada acara kegiatan “Pelatihan Matematika Lingkup Dasar; Penguatan Kapasitas Guru Dalam Berperan Serta Pemajuan Bangsa”, meskipun sesekali terlihat raut wajah kurang bersahabat dari kerumunan mereka, namun dengan sigap para panitia pelaksana meresponnya dengan sekotak snack sebagai penghibur sekaligus pengganjal perut kosong para kerumunan peserta tersebut (Hihihi intermezo). Beberapa menit kemudian, tepat pukul 9.30 wib acara yang ditunggu-tunggupun segera dimulai dengan diawali penyampaian laporan dari pelaksana kegiatan dan sambutan dari rektorat kampus yang dalam hal ini di wakili oleh ayahanda M. Taufik. M.Hum.
Suasana Berlangsungnya PILAR
Dalam sambutannya, Nurhayati sebagai ketua pelaksana menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh panitia dan para peserta atas terselenggaranya kegiatan Pelatihan Matematika Lingkup Dasar ini. Mahasiswa semseter akhir inipun tak lupa menyampaikan salam hormat kepada para pembicara dan pejabat rektorat kampus yang bersedia hadir dalam kegiatan tersebut.
“Acara yang diselenggarakan pada tanggal 19 April 2015 di Aula PGRI DKI Jakarta ini merupakan sebuah komitmen kami terhadap perkembangan dunia keilmuan, terutama dalam bidang matematika agar mahasiswa khususnya dan masyarakat luar umumnya tertarik untuk lebih mencintai ilmu matematika” tutur Moch. Sunhaji ketua umum HMI Komisariat  Unindra PGRI dalam penyampaian sambutannya.
Lebih lanjut lagi, Ayahanda M Taufik, M.Hum mengungapkan “Matematika bukan hanya sebagai ilmu itung-itungan namun matematika bisa dikatakan sebagai induk ilmu pengetahuan karena setiap lini kehidupan ini tidak terlepas dari ilmu Matematika”. Lebih lanjut lagi dalam sambutannya, pria yang sedang menjabat sebagai Warek III Universitas Indraprasta PGRI ini berpesan bahwa “acara-acara semacam ini harus terus di lakukan dan disosialisasikan agar peserta dan orang yang mencintai matematika lebih banyak lagi dan saya sebagai warek III Unindra PGRI memberikan dukungan penuh segala bentuk kegiatan HMI Komisariat Unindra yang mengarah pada pemberdayaan dan pengembangan keintelektualan mahasiswa umumnya dan HMI khususnya”.
Sesi Foto Bareng Bersama Pemateri PILAR
Berdasarkan pantauan, acara yang diikuti oleh sekitar 50an orang dan diselenggarakan oleh Korp HMI-Wati berjalan cukup menarik dan mengasyikkan, hal ini terlihat dari antusiasme peserta mengikuti seluruh rangkaian kegiatan tersebut, baik dari sesi simulasi yang di sampaikan mentor hingga sesi tanya jawab acara. “acara ini cukup asyik bang, apalagi banyak trik-trik jitu yang belum kami ketahui dalam matematika itu sendiri, gue ga nyesel jauh-jauh dari Bekasi ikut acara ini ” ungkap Ega, salah satu peserta yang  yang baru selesai UN SMA 2015. Sementara itu menurut Chandra, Mahasiswa semester 4 Universitas Indraprasta PGRI ini menyampaikan kesannya terhadap acara PiLAR ini “sangat bagus dan lumayan berguna jika nanti saya mengimplementasikannya di keluarga, sekolah atau lingkunganku mas” tuturnya.
Sedangkan dari pemateri inti PILAR, Sasha Zaskia menilai pelayanan panitia dalam menyelenggarakan acara tersebut luar biasa dan memotivasi saya untuk lebih komitmen dan antusias dalam berbagi konsep “BaKalKuBagi” ini, selagi saya ucapkan terima kasih untuk semuanya. (Fz)   



HMI (MPO) dan HMI (Dipo) Dalam Pandangan Agus Salim Sitompul

HMI (MPO) dan HMI (Dipo) Dalam Pandangan Agus Salim Sitompul

“Saya memang tidak mengakui keberadaan HMI (MPO)” 
“Ini saya pun mengeluh tentang HMI DIPO. Tidak sesuai dengan yang saya harapkan. Saya sudah masuk training dimana-mana. Ternyata banyak hal-hal yang tidak sesuai. Formalnya tidak begitu, tapi informalnya ada. Itulah yang mau kita berantas. Maka yang merusak HMI itu ya kandidat-kandidat ketua umum itu. Makanya saya kemarin teriak-teriak itu. Kalau menganggap HMI DIPO jelek, tidak semua benar. Kalau pun dianggap jelek, HMI MPO masuk memperbaiki. Jangan hanya di luar pagar, masuk ke dalam kalian. Tapi masih banyak yang ingin murni. Kalau MPO ingin masuk dengan niat perjuangan murni melakukan perubahan, bagus, akan saya dukung.”
“De yure tidak kita akui, de facto HMI MPO itu ada. Apapun namanya, ishlah ataupun rekonsiliasi, harus itu. Tidak ada jalan lain. Kembalinya bersatu dua organisasi menjadi satu jamaah, satu organisasi dan satunya imam. Itu yang harus dicapai. Tidak ada yang lain, yang ingin dicapai.”
——————————————–
Berikut ini adalah salinan dari HMI News dot com , tentang pandangan Agus Salim Sitompul atas dualisme HMI, semasa beliau masih hidup.
_____________________________________________________________
Bagi kalangan HMI (MPO), Agus Salim Sitompul dikenal sebagai orang yang tidak bersahabat. Mantan ketua umum HMI Cabang Jogjakarta 1968-1969 ini sangat keras menentang kehadiran HMI (MPO). “Saya memang tidak mengakui keberadaan HMI (MPO),” ujarnya.
Julukan sejarawan HMI melekat bagi guru besar di IAIN Sunan Kalijaga Jogjakarta ini. Skripsi sampai desertasi doktoralnya tentang HMI. Dua belas buku ia tulis selama 45 tahun keberadaannya di organisasi yang didirikan Lafran Pane tersebut. Semua tentang HMI!! Sebuah tanda cinta sekaligus menjadi ruang kritik untuk organisasi yang begitu dihayati kepemilikannya. Namun, kenapa ia tidak mengakui HMI (MPO)? Padahal sejarah membuktikan perpecahan HMI adalah kenyataan historis yang tidak bisa dipungkiri. Bahkan, konon, saking tidak sukanya terhadap HMI (MPO), ia mempersulit studi mahasiswa yang menjadi kader HMI (MPO) di kampusnya. Tapi, dia tegas membantah. “Tidak benar itu. Fitnah sama sekali. Hadapkan kepada saya orangnya”.
Bagi pengarang buku “44 Indikator Kemunduran HMI” ini, kader HMI MPO juga keterlaluan saat menyikapi perbedaan ketika perpecahan. “Masa anak saya dinamai Astung (asas tunggal). Dan, saya dikatakan halal dibunuh karena menerima asas tunggal,” ungkapnya sembari mengingat masa lalu. Agus Salim Sitompul mengaku tidak pernah berkomunikasi dengan anak-anak HMI MPO selama ini. “Terus terang saja tidak ada komunikasi. Tertutup. Padahal saya siap kalau diajak berdialog. Siapa yang tidak mau diajak ngomong, kalau baik-baik,” tuturnya.
Apa pandangan Agus Salim Sitompul tentang HMI (MPO) sebenarnya? Bagaimana ia menafsirkan perpecahan HMI di pertengahan tahun 1980-an? Bagaimana ia memaknai peristiwa Palembang dan harapannya tentang islah HMI? Di sekretariat nasional KAHMI Presidensial, kepada wartawan HMINEWS.COM, Trisno Suhito, ia memberikan perspektifnya.
Bagaimana pandangan anda soal islah dua HMI, termasuk peristiwa di Palembang kemarin?
Islah dua HMI itu sangat-sangat diperlukan, kapan dan dimanapun. Bagi saya, islah itu sudah sangat terlambat, sebab sudah 22 tahun. Saya sudah beberapa kali berdialog juga dengan HMI (MPO). Mereka mengatakan berproses Bang. Masa proses 22 tahun tidak selesai. Terlalu lama 22 tahun sejak didirikannya (MPO), 15 Maret 1986. Dari situ, ya saya katakan terlambat. Mestinya paling lambat pada waktu HMI kembali ke Islam, pada Kongres HMI ke 22 di Jambi, Desember 1999. Karena dengan kembalinya HMI ke dasar Islam, maka fungsi kontrol dari MPO itu sudah berakhir. Karena yang diminta mereka khan sudah kembali ke Islam. Ini kembali ke Islam, ko belum, apa yang ditunggu, khan sudah tidak ada perbedaan.
Masalah islah itu juga pernah dibicarakan. Sudah mau tanda tangan ketika kongres HMI, bulan Agustus 1997, di Jogja saat terpilihnya Anas Urbaningrum. Tinggal tanda tangan. Tiba-tiba teman-teman HMI (MPO) menarik diri dengan alasan aparat HMI (MPO) di bawah belum siap menerima islah. Kemudian diusahakan beberapa kali oleh Pak Achmad Tirtosudiro, Pak Bedu Amang dan lain lain, tidak berhasil, terutama setelah kongres ke 22 HMI di Jambi.
Namun walau kita terlambat 22 tahun, kita sambut peristiwa islah di Palembang kemarin. Nah, sekarang bagaimana ini secara teknis ditindaklanjuti dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Yang ditanda tangani di Palembang kemarin sesuatu yang positif. Semua orang menyambut dan itu didambakan untuk segera HMI bersatu agar persatuan dan kesatuan itu terwujud agar kekuatan HMI pulih kembali. HMI sekarang ini secara keseluruhan lemah. Mengapa tidak bersatu.
Apa yang anda harapkan dari proses islah dua HMI?
Saya katakan islah HMI itu terlambat. Sebenarnya permasalahan ini memang pelik karena permasalahan nasional. Mestinya teman-teman HMI MPO memahami. HMI menerima Pancasila sebagai satu-satunya asas dulu memang aspek politiknya memang sangat-sangat besar. Kemudian dilihat dari HMI yang berstatus sebagai pemersatu kok pecah. Semestinya khan dia mempersatukan. Karena potensi mahasiswa itu khan sangat besar. Kalau potensi itu tidak pelihara, ya kita rugi. Apalagi kalau dilihat dari persatuan umat. Kita yang mendambakan sebagai pemersatu umat sendiri, kenapa pecah. Mestinya khan bersatu. Hal-hal yang bersifat politis, teknis mestinya bisa dibicarakan di meja perundingan atau meja musyawarah.
Jika HMI tidak bersatu kembali jelas rugi. Sebab harapan kebangkitan Islam sekarang ini, kalau tidak dari Indonesia, dari Pakistan. Coba kalau bersatu, kita akan kuat. Kita masuk ke semua, eksekutif, legeslatif,yudikatif macam-macam membina masa depan. Kalau bersatu luar biasa. Kita begini saja masih ditakuti, apalagi kalau bersatu.
Sekarang ini, di alumni-alumni senior, HMI MPO dianggap pemecah belah umat. Dalam konteks apa pun HMI MPO adalah pemecah belah umat. HMI MPO pemecah belah tanpa dasar. Sekarang HMI (DIPO) khan sudah kembali ke Islam kenapa tidak mau bersatu. Apalagi yang dipersoalkan, sudah sama-sama.
Amien Rais yang dulu juga sepakat dengan MPO dan mendukung MPO, sekarang tidak. Setelah reformasi dia katakan, HMI MPO merasa benar sendiri. Dia bilang begitu. Maksudnya benar sendiri, karena tidak mau bersatu. Apalagi yang ditunggu, sudah sama-sama, mari bersatu. Saya tahu betul wataknya dia karena dia teman satu kamar saya dulu. Dia pengurus cabang sebagai seksi kader LDMI tahun 1965-66 cabang Jogja.
Ada anggapan alumni punya kepentingan politik praktis dengan ‘menjual’ isu islah ini, termasuk di setiap moment menjelan Pemilu?
Itu isapan jempol saja. Gimana akan kita bolehkan orang menjual HMI. Dan, kepada siapa akan dijual. Jika itu terjadi kita sebagai alumni akan berontak. Sepanjang pengamatan saya, HMI tidak pernah dijual. Independensi itu dipegang teguh. Selama 60 tahun, independensi HMI itu insya allah terjaga, belum tergeser. Termasuk waktu jaya-jayanya Masyumi, ketika muncul Golkar dan PPP, tidak ada itu.
Alumni yang ingin HMI bersatu, dibangun dari ketulusan untuk kepentingan jangka panjang ke depan. Tidak mungkin untuk kepentingan politik praktis. Jauh. Apalagi untuk kepentingan pemilu 2009. Tidak mungkin.
Bagaimana sebenarnya pandangan anda terhadap HMI MPO?
Tidak benar. Tidak benar sama sekali. Secara hukum ketatanegaraan dan hukum (konstitusi) HMI, itu tidak diatur. Khan tidak diatur. Tapi dia ada. De facto ada, tidak bisa dibantah. Tapi de yure tidak ada. Pandangan saya tidak berubah, dari dulu sampai sekarang. Kita harus berbicara hukum sebab aturan main khan itu. Kalau tidak itu, apa yang kita jadikan rule of game nya, yang mengatur organisani ini. Ya itulah ukuran. Ukuran yang orisinil.
Berlandaskan hukum yang berlaku di Indonesia, dengan UU No. 8 tahun 1985, dimana semua partai dan organisasi harus didasarkan Pancasila dari situ HMI MPO sudah bertentangan, terlepas anda menerima atau tidak. Tapi dari segi hukum, itu adalah syah. Syah oleh DPR dan syah secara hukum. Secara konstitusi HMI, MPO itu tidak di atur dalam Anggaran Dasar. Secara dua hukum ini, bagi HMI DIPO, alumni, saya termasuk, memang secara de yure dianggap HMI MPO itu tidak ada. Memang secara de facto ada, tapi secara hukum tidak ada. Karena bagaimanapun, kita khan negara hukum, harus dijunjung tinggi.
Karena tidak mengakui HMI MPO, Anda disebut-sebut sampai mempersulit mahasiswa yang aktif di HMI MPO dalam proses perkuliahan. Seperti nilai dan skripsi mereka. Benarkah?
Tidak ada itu. Bohong itu. Hadapkan sama saya orangnya. Tidak ada itu mempersulit soal akademis. Itu memojokan saya. Bohong, fitnah sama sekali. Saya tidak ambil pusing, apa itu HMI MPO, apa itu HMI DIPO kalau tidak beres kuliahnya ya tidak saya luluskan. Tidak ada yang saya persulit. Coba siapa yang bilang. Mahlani (mantan Ketua Umum HMI MPO Jogja-red), tanya dia apa ya saya persulit. Saya yang membimbing. Malah saya bantu, saya kasih data-data. Khan lulus juga. Tidak ada itu. Fitnah belaka. Saya tidak pernah membedakan HMI MPO, HMI DIPO, PMII, tidak ada yang dibedakan.
Saya di kampus itu khan bukan diangkat HMI. Tapi diangkat negara. Kalau saya diangkat HMI, bolehlah saya istimewakan. Tapi, saya ini khan pegawai, diangkat, disumpah. Saya memang disiplin karena pekerjaan saya banyak. Tidak ada sentimen karena HMI MPO. Coba bawa saja kesini orangnya yang mengatakan itu. Hadapkan kepada saya, kapan kejadiannya. Saya kira tidak berani, karena itu fitnah dan bohong.
Jadi, tidak benar karena anda tidak mengakui HMI (MPO, lalu seakan membuat kebencian terhadap mereka yang aktif di HMI MPO?
Saya bersedia kapan dan dimanapun saja dipertemukan. Hadapkan orangnya sama saya. Saya jamin mereka tidak akan berani. Kalau memang nilanya jelek ya gimana lagi. Saya tidak membedakan. Ini menyangkut akademis. Tidak ada dendam di saya. Anak PMII betapa jahatnya ke saya, saya tidak dendam. Tapi objektif, kalau mau nilainya bagus, tapi tidak pernah hadir kuliah, berarti khan tidak menghormati saya. Kalau mau diberiakn nilai A atau B, ya nanti dulu. Itu saja ukurannya. Tidak ada yang lain.
Sikap saya memang terus terang tidak bisa menerima keberadaan MPO. Maunya mereka saya akui.Tidak bisa, karena ini menyangkut masalah mendasar. Itulah mereka sentimen ke saya. Kalau kegiatannya jelas, saya lebih berpihak ke HMI DIPO. Ada yang mengatakan Agus Salim menerima Pancasila untuk kepentingan pribadi. Karena dia pegawai negeri. Bukan karena itu. Saya ada korannya.
Tapi yang paling sedih saat itu perlakuan dari kader MPO. Dia mengatakan, halal darahnya Agus Salim dibunuh karena menerima Pancasila. Ini khan sudah beralih dari politik ke aqidah. Anak saya diberi nama Astung (asas tunggal-red) oleh anak HMI MPO. Dia datang ke rumah, entah apa urusannya saya lupa. Terus anak saya dipegang, kata ibunya (istri Agus Salim Sitompul yang menemui-red), dia mengatakan; ini anak ibu yang namanya astung, asas tunggal. Begitu coba. Orang tua, guru, dosen diperlakukan begitu gimana.
Tapi saya tidak dendam. Saya bukan orang pendendam. Mestinya mereka kalau mereka mau berdialog dengan saya, tidak ada masalah. Itu pengurus cabang, namanya Hanani Nasih ada di IAIN. Sampai sekarang tidak ngomong dengan saya selama 22 tahun. Malah dengan Egi Sujana, Tamsil, Choeron saya baik.
Di Jogja saya pernah diminta mengisi LK II oleh HMI (MPO). Saya semangat diberi kesempatan ada waktu untuk berdialog. Tapi saya dipatok dengan waktu itu. Harus tanggal ini, hari itu, jam ini. Saya khan juga bukan orang nganggur. Saya tawar rubah lah satu hari, saya memberi kuliah. Saya tidak bisa meninggalkan kuliah. Saya utamakan kuliah itu. Tapi katanya itu penentuan dari panitia. Tapi, masa panitia tidak bisa menggeser waktu, kalau memang saya diperlukan. Kalau tidak bisa menggeser, ya saya tidak bisa menggeser kuliah. Saya sangat disiplin soal kuliah. Kuliah tidak bisa saya tinggal. Terlambat setengah jam saja tidak bisa masuk.
Bagaimana bisa, apalagi datangnya undangan mendadak. Kalau tidak mendadak khan bisa saya ganti waktu kuliah atau saya undur. Tapi mereka minta harus hari ini, jam ini. Akhirnya tidak jadi di tahun 1980-an. Akhirnya dari situ tidak pernah berdialog lagi. Terus terang saja saya tidak ada komunikasi. Tertutup. Siapa yang tidak mau diajak ngomong kalau baik-baik. Saya pendidik, harus memberi contoh, walaupun ada perbedaan pendapat.
Pernah suatu waktu ada anak HMI MPO minta ijin training dan tidak mengikuti kuliah. Saya tidak ijinkan. Anda merusak jadwal. Saya memang tidak ijinkan. Bukan hanya anak HMI MPO. Bagi saya jangan mengganggu akademik. Adakanlah kegiatan di luar jadwal kuliah.
Sebagai sejarawan anda tidak mengakui keberadaan HMI (MPO). Bagaimana sebenarnya perspektif anda tentang sejarah perpecahan HMI?
Persoalan politik saat Orde Baru, HMI sendirian tidak sanggup menolak Pancasila. Semua khan menerima saat itu. Maka, HMI harus pandai-pandai bermain politik, supaya tidak tergilas oleh politik. Coba kalau tidak menerima, HMI ya bubar. Mengapa HMI MPO tidak dibubarkan, itulah kejahatan politik dari Soeharto yang besar terhadap HMI. HMI itu diadu domba. Mestinya HMI MPO itu khan bubar secara hukum. Karena semua sudah berdasarkan Pancasila.
Itulah kita diadu domba oleh Seoharto. Jadi HMI yang besar itu dia pecah, biar kecil, biar kerdil dan mudah dihadapi. Itulah barangkali yang harus dipahami teman-teman. Jadi kita menerima Pancasila itu taktis. Strateginya itu HMI biar selamat. Buktinya, secara akidah kita tetap Islam.
Sekali lagi, HMI menerima Pancasila itu taktis. Yang dijelaskan dalam NDP (Nilai-Nilai Dasar Perjuangan), itu khan Islam sebagai dasar HMI. Dengan diterimanya Pancasila sebagai satu-satunya asas, mestinya NDP itu diganti dengan Nilai Identitas Kader (NIK). Maka yang dijelaskan disitu mestinya Pancasila sebagai dasar HMI. Tapi tidak demikian, yang dijelaskan di NIK itu setelah dirubah di Kongres Padang, tetap Islam sebagai dasar HMI. Tidak berubah, satu kata pun tidak. Hanya namanya saja yang dirubah.
Kemudian, apa buktinya HMI tetap Islam. Maka kongres di Padang itu menambah satu pasal dalam anggaran dasar HMI, yaitu pasal 3 tentang identitas. Identitas HMI adalah HMI menghimpun mahasiswa-mahasiswa yang beragama Islam yang melaksanakan Al Qur’an dan Hadits. Pertanyaannya apakah ada Islam di luar Al Qur’an dan Hadits? Ya tidak ada. Karena tidak ada Islam di luar Al Qur’an dan Hadist, maka identitas HMI, ya Islam.
Dari kata-kata identitas itulah, dari Pasal 3 dijadikan menjadi NIK. Memang secara politis HMI berdasarkan Pancasila, jelas tercantum. Tapi secara akidah tetap Islam. Karena menurut pandangan HMI DIPO itu, Pancasila adalah satu-satunya asas dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Beragama tidak diatur oleh Pancasila. Bagimana sholat dan puasa ya tidak diatur. Biarlah kita terima itu dulu sebagai taktik.
Nanti suatu waktu itu berubah, ya kita rubah lagi. Nah ini khan disini terbukti. Kita menerima Pancasila menerima sebagai taktik. Kalau di Padang dasarnya dirubah dari Islam menjadi Pancasila. NDP diganti NIK. Walaupun dalam NIK tetap Islam. Setelah reformasi, dirubah kembali. Dasar HMI dari Pancasila menjadi Islam. NIK diganti lagi menjadi NDP, dimana di situ dijelaskan sebagai dasar HMI.
Saat itu banyak pihak di HMI menolak penerapan asas tunggal Pancasila. Penerimaan Pancasila dianggap karena beberapa elite di HMI terkooptasi kekuasaan sehingga tidak sanggup mempertahankan independensi HMI?
Kita dulu berpikir, Pancasila sebagai satu-satunya asas akan diterapkan.Tidak ada salahnya HMI mempelopori penerimaan Pancasila sebagai taktik. Asas itu diganti, taktik saja. Strateginya HMI itu tidak bubar. Itu yang paling mendasar.
Memang target pemerintahan Orde Baru hanyalah HMI agar pecah saja. Maka MPO dibiarkan hidup. Dulu pernah ada permintaan dari kita ke pemerintah melalui Panglima Angkatan Bersenjata (Pangab) LB Moerdani, supaya gerakan HMI MPO ditindak, karena illegal dan bertentangan dengan undang-undang. Jawabannya mereka, itu khan urusan internal HMI. Untuk apa pemerintah ikut campur. Itu jawaban Moerdani. Maka yang paling dibanggakan MPO adalah walaupun illegal, tetapi boleh bergerak dan tidak ditindak. Itu yang paling dibanggakan. Ya karena sikap pemerintah itu. Sebenarnya target pemerintah hanyalah agar HMI pecah sehingga kekuatan kita lemah.
Ini yang sering saya katakan, kurang disadari teman-teman HMI MPO. Kita diadu domba biar kerdil. Penerimaan Pancasila itu hanya taktik. Pada akhirnya rezim akan berubah. Sebab kalau bubar, itu ruginya luar biasa. Atau kita pura-pura tidur, tiarap seperti Pelajar Islam Indonesia (PII). Itu ruginya juga luar biasa.
PII tidak menerima, tidak menolak, tidak pernah menyatakan. Tapi dengan dia tiarap itu, sekolah-sekolah PII habis sampai sekarang, tidak bisa dibangun. Awalnya tidak ada ketegasan, tapi akhirnya PII menerima Pancasila sebagai satu-satunya asas di muktamar di Bogor. Tapi sudah babak belur. Akhirnya sampai sekarang sulit bangkit. Itu beberapa perhitungan. Coba kalau HMI seperti itu. Membangunya sulit luar biasa.
HMI itu khan alat perjuangan. Tanpa alat kita tidak bisa berbuat. Lha kalau dibubarkan, apa alat kita untuk berjuang. Ya kita pelihara ini sampai situasinya mereda. Kita yakin ini akan mereda. Reformasi datang, ya kita rubah. HMI tidak kuat menolak sendirian saat itu.
Tapi, bukankah penerimaan Pancasila sebagai asas organisasi menunjukan HMI kehilangan watak independensinya karena mengikuti apa yang diperintahkan penguasa?
Saya sangat setuju dan mendukung sepenuhnya apabila HMI mampu mempertahankan Islam sebagai dasar organisasi. Tapi menurut saya, melihat situasi tidak mungkin dipertahankan pada masa orde baru. Pemerintah tidak mau. Pada waktu diktatornya saat itu, tidak ada yang berani dan mampu melawan dan bisa menang. Apalagi sedang represif-represifnya. Melihat ini kita ya harus pandai-pandai bermain politik, karena saat itu tidak ada yang bisa melawan dia.Kita main taktik saja. Buktinya taktik, kita kembali ke Islam setelah Seoharto turun. Kalau strategi, itu tidak bisa berubah. Kalau penerimaan Pancasila itu strategi, ya Pancasila harga mati, tidak bisa dirubah. Tapi karena ini taktik, ya kita rubah melihat situasi. Dalam rangka penyelamatan alat saja saat itu.
Pancasila itu khan dasar dalam bermasyarakat, bernegara dan berbangsa. Apa salahnya kita terima hanya dalam bermasyarakat dan berbangsa. Dalam Pancasila khan tidak diatur tentang sholat, mengenai macam-macam. Tergantung kita mengisi Pancasila. Maka ada memori penjelasan tentang penerimaan Pancasila. Walaupun didasarkan Pancasila, tetapi dalam pelaksanaan kehidupan sehari-hari tetap Islam. Tidak ada perubahan sebelum dan sesudah menerima Pancasila.
Setelah HMI terpecah menjadi dua, HMI (DIPO) dan alumni yang mendukung lebih kental nuansa politik praktisnya, seakan mendapat kemudahan dari pemerintah, termasuk akses kekuasaan. Apakah itu efek dari penerimaan Pancasila dimana kondisi sebaliknya justru dialami HMI (MPO)?
Terlalu subjektif saya kira, walaupun harus diakui syahwat politiknya tinggi. HMI MPO juga politis. Saya kira banyak wilayah politik yang HMI MPO berbicara. Karena kita adalah organisasi perjuangan untuk merubah suatu kondisi buruk menuju yang baik. Dan salah satu alat perjuangan adalah politik. Tidak bisa kita tinggalkan. Itu salah satu alat perjuangan.
Berbicara kekuasaaan, di sini kita harus hati-hati. Kekuasaan itu satu hal yang sangat mendasar. Kalau kita tidak masuk ke kekuasaan, eksekutif dan lain-lain itu, justru akan dimanfaatkan orang lain. Karena Pancasila itu khan ideologi terbuka. Ya, daripada dimanfaatkan orang, kita manfaatkan, kita isi dengan perjuangan kita.
Saya umpamakan zaman dulu. Ada Natsir, PKI dan Bung Karno. Dulu Natsir-Masyumi dan Bung Karno itu sangat dekat, lengket kaya perangko. Sementara Natsir -Bung Karno dekat, PKI tidak berani mendekat. PKI menjauh. Tapi tatkala ada perbedaan antara Natsir-Masyumi dengan Soekarno, PKI mendekat, sampai G30 SPKI. Habis dilalap Soekarno. Maka kekuasaan itu tidak boleh kita tinggal. Kalau perlu semua kekuasaan itu kita pegang dalam rangka amar ma’ruf nahi munkar.
Maka ketika dulu Yusril Ihza Mahendra bertanya suatu saat, gimana Bang apa saya perlu mundur dari kabinet karena tidak cocok dengan Gus Dur? Saya jawab, anda jangan mundur. Sebagai pembawa panji-panji Masyumi jangan mengulangi kesalahan Natsir. Tetap di kekuasaan, kecuali dikeluarkan. Itu akhirnya dia tidak mau mundur. Fuad Bawazier juga demikian. Ketika terjadi peralihan dari Soeharto ke Habibie. Tinggal beberapa orang menteri yang bertahan. Sehingga Fuad banyak yang mencaci maki macam-macam. Saya bilang, jangan tinggalkan, isi terus tapi anda jangan melarut dalam rangka amar ma’ruf nahi mungkar. Ia pegang itu, ia tidak keluar sehingga uang negara selamat. Coba kalau ia keluar uang negara bisa habis. Walau dia dicaci maki kas cendana, macam-macam.
Kekuasaan itu harus kita ambil. Di situlah dihadapkan apakah kita kuat, seperti kata Pak Natsir dulu, kalau umat Islam dihadapkan banjir, gunung berapi meletus, kebakaran, dan lain-lain masih bisa bertahan, tapi kalau dihadapkan pada harta, tahta dan wanita banyak yang tergoda. Ini jelas terbukti.
Tapi kalau kekuasaan itu tidak diisi oleh kita, oleh alumni ya jatuh pada orang lain. Lebih parah lagi kita. Posisi itu adalah setengah kemenangan. Kalau kita menduduki satu posisi, kita tidak perlu membuang terlalu banyak tenaga dan macam-macam untuk memperjuangkan cita-cita. Dalam menyikapi kekuasaan kita harus, teguh dalam prinsip, luwes dalam penerapan karena kita juga berhadapan dengan orang lain. Kalau kita sendirian enak. Tapi, kita bersama orang lain yang ingin memegang kekuasaan untuk kepentingan mereka.
Dengan kekuasaan jangan kita phobia. jangan dianggap pragmatisme dan lain-lain. Kalau kita tidak mau, justru itu yang ditunggu-tunggu orang supaya kita lepas. Mereka bisa manfaatkan dengan gerakan kristenisasi, macam-macam itu. Nah, kita jaga ini supaya jangan sampai jatuh. Kalau perlu kita kuasai, seluruhnya. Tapi, tetap dalam kerangka amar ma’ruf nahi mungkar. Cuma apakah alumni bisa bertahan dalam rangka amar ma’ruf nahi mungkar, itu yang jadi pertanyaan. Jadi bukan pragmatismenya yang didahulukan, tapi bagaimana agar kekuasaan itu tidak jatuh ke orang lain. Sebab kekuasaan itu bisa digunakan untuk kepentingan politik yang merugikan umat Islam.
Ada tradisi di HMI DIPO yang sulit dinalar. Untuk menjadi Ketua Umum PB HMI di kongres katanya sekarang harus siap uang Rp 1 Milyar. Sementara di HMI MPO sama sekali tidak ada tradisi ini. Belum tradisi kekerasan seperti yang terjadi di Kongres Palembang kemarin. Tanggapan anda?
Ini saya pun mengeluh tentang HMI DIPO. Tidak sesuai dengan yang saya harapkan. Saya sudah masuk training dimana-mana. Ternyata banyak hal-hal yang tidak sesuai. Formalnya tidak begitu, tapi informalnya ada. Itulah yang mau kita berantas. Maka yang merusak HMI itu ya kandidat-kandidat ketua umum itu. Makanya saya kemarin teriak-teriak itu. Kalau menganggap HMI DIPO jelek, tidak semua benar. Kalau pun dianggap jelek, HMI MPO masuk memperbaiki. Jangan hanya di luar pagar, masuk ke dalam kalian. Tapi masih banyak yang ingin murni. Kalau MPO ingin masuk dengan niat perjuangan murni melakukan perubahan, bagus, akan saya dukung.
Saya akui memang ada tradisi kekerasan dan uang. Kalau itu dianggap kelemahan dan memang kelemahan, ya MPO perbaiki. Masuk ke dalam jangan berada di luar sistem. Ini juga kesalahan MPO ketika pertama kali didirikan. Mengapa harus mendirikan HMI tandingan. Lebih baik masuk ke dalam, lalu perbaiki. Coba kalau Tamsil Linrung masuk, Egi Sudjana masuk ke arena kongres, perbaiki itu apa yang kurang. Mereka hanya membuat pernyataan. MPO tidak mengakui kepemimpinan Hari Azhar Asis. Mengapa tidak mengakui, dia pilihan kongres. Akhirnya yang terjadi HMI ada menjadi dua.
Anda tidak mengakui keberadaan HMI MPO, kenapa islah menjadi penting bagi anda?
De yure tidak kita akui, de facto HMI MPO itu ada. Apapun namanya, ishlah ataupun rekonsiliasi, harus itu. Tidak ada jalan lain. Kembalinya bersatu dua organisasi menjadi satu jamaah, satu organisasi dan satunya imam. Itu yang harus dicapai. Tidak ada yang lain, yang ingin dicapai.
Kita harus memiliki kesadaran akan pentingnya persatuan demi masa depan. Yang kita lihat itu ke depan, jangka panjang, bukan jangka pendek. Dari berpikir panjang Lafran Pane, kita mewarisi HMI masa kini. Generasi besok jangan kita warisi hal-hal yang tidak baik, kalau kita masih pecah belah, belum bersatu. Sudah 22 tahun, karena keterangan saudara-saudara anda, mungkin ada yang benar, mungkin ada yang tidak benar sepenuhnya. Maka yang saya sayangkan tadi, masa berproses 22 tahun. Terlalu lama.
Menurut saya bagus tindakan Sahrul sebagai ketua umum PB HMI MPO. Saya anggap positif. Tamsil Linrung pernah saya kirimi surat, kalau anda bisa menyatukan HMI, namamu akan saya catat dalam tinta emas HMI. Kamu adalah pahlawan dari Timur.
Menurut Tamsil, dia menyadari bahwa langkah yang ditempuh oleh MPO salah. Dia ngomong dengan saya, sudah lama. Termasuk Egi Sujana, termasuk MS Ka’ban. Ka’ban menganggap HMI MPO itu bukan HMI lagi. Itu ada dalam buku saya ’44 indikator kemunduran HMI’ yang saya tulis. Dalam buku tersebut saya sebutkan juga penyebab kemunduran HMI, salah satunya karena dualisme HMI.
Saya tahu betul perbedaan waktu HMI jaya dan HMI mengalami kemunduran. 44 indikator itu bukan pengalaman satu dua bulan, 3 bulan 10 th, tapi 45 tahun. Saya masuk HMI 15 September 1963. Tidak pernah sejenak pun hingga detik ini.
Sumber:
HMINEWS.COM, (Trisno Suhito)


Biografi Singkat Pendiri HMI: Ayahanda Lafran Fane

Biografi Singkat Pendiri HMI: Ayahanda Lafran Fane


Lafran Pane lahir di kampung Pagurabaan, Kecamatan Sipirok, yang terletak di kaki gunung Sibual-Bual, 38 kilometer kearah utara dari Padang Sidempuan, Ibu kota kabupaten Tapanuli Selatan, dia merupakan tokoh pendiri organisasi HMI (Himpunan Mahasiswa Islam). Sebenarnya Lafran Pane lahir di Padangsidempuan 5 Februari 1922. Untuk menghindari berbagai macam tafsiran, karena bertepatan dengan berdirinya HMI Lafran Pane mengubah tanggal lahirnya menjadi 12 April 1923. Sebelum tamat dari STI Lafran pindah ke Akademi Ilmu Politik (AIP) pada bulan April 1948. Setelah Universitas Gajah Mada (UGM) dinegerikan tanggal 19 desember 1949, dan AIP dimasukkan dalam fakultas Hukum, ekonomi, sosial politik (HESP).

Dalam sejarah Universitas Gajah Mada (UGM), Lafran termasuk dalam mahasiswa-mahasiswa yang pertama mencapai gelar sarjana, yaitu tanggal 26 januari 1953. Dengan sendirinya Drs. Lafran pane menjadi Sarjana Ilmu Politik yang pertama di Indonesia. Mengenai Lafran Pane Sujoko Prasodjo dalam sebuah artikelnya di majalah Media nomor : 7 Thn. III. Rajab 1376 H/ Februari 1957, menuliskan :” Sesungguhnya, tahun-tahun permulaan riwayat HMI adalah hampir identik dengan sebagian kehidupan Lafran Pane sendiri. Karena dialah yang punya andil terbanyak pada mula kelahiran HMI, kalau tidak boleh kita katakan sebagai tokoh pendiri utamanya”.

Semasa di STI inilah Lafran Pane mendirikan Himpunan Mahasiswa Islam (hari rabu pon, 14 Rabiul Awal 1366 H /5 Februari 1947 pukul 16.00). HMI merupakan organisasi mahasiswa yang berlabelkan “islam” pertama di Indonesia dengan dua tujuan dasar. Pertama, Mempertahankan Negara Republik Indonesia dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia. Kedua, Menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam. Dua tujuan inilah yang kelak menjadi pondasi dasar gerakan HMI sebagai organisasi maupun individu-individu yang pernah dikader di HMI.

Jika dinilai dari perspektif hari ini, pandangan nasionalistik rumusan tujuan tersebut barangkali tidak tampak luar biasa. Namun jika dinilai dari standar tujuan organisasi-organisasi Islam pada masa itu, tujuan nasionalistik HMI itu memberikan sebuah pengakuan bahwa Islam dan Keindonesiaan tidaklah berlawanan, tetapi berjalin berkelindan. Dengan kata lain Islam harus mampu beradaptasi dengan Indonesia, bukan sebaliknya. Dalam rangka mensosialisasikan gagasan keislaman-keindonesiaanya. Pada Kongres Muslimin Indonesia (KMI) 20-25 Desember 1949 di Jogjakarta yang dihadiri oleh 185 organisasi alim ulama dan Intelegensia seluruh Indonesia, Lafran Pane menulis sebuah artikel dalam pedoman lengkap kongres KMI (Yogyakarta, Panitia Pusat KMI Bagian Penerangan, 1949, hal 56). Artikel tersebut berjudul “Keadaan dan Kemungkinan Kebudayaan Islam di Indonesia”.

Dalam tulisan tersebut Lafran membagi masyarakat islam menjadi 4 kelompok. Pertama, golongan awam , yaitu mereka yang mengamalkan ajaran islam itu sebagai kewajiban yang diadatkan seperti upacara kawin, mati dan selamatan. Kedua, golongan alim ulama dan pengikut-pengikutnya yang ingin agama islam dipraktekan sesuai dengan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad S.A.W. Ketiga, golongan alim ulama dan pengikutnya yang terpengaruh oleh mistik. Pengaruh mistik ini menyebabkan mereka berpandangan bahwa hidup hanyalah untuk akhirat saja. Mereka tidak begitu memikirkan lagi kehidupan dunia (ekonomi, politik, pendidikan). Sedangkan golongan keempat adalah golongan kecil yang mecoba menyesuaikan diri dengan kemauan zaman, selaras dengan wujud dan hakikat agama Islam. Mereka berusaha, supaya agama itu benar-benar dapat dipraktekan dalam masyarakat Indonesia sekarang ini.

Lafran sendiri meyakini bahwa agama islam dapat memenuhi keperluan-keperluan manusia pada segala waktu dan tempat, artinya dapat menselaraskan diri dengan keadaan dan keperluan masyarakat dimanapun juga. Adanya bermacam-macam bangsa yang berbeda-beda masyarakatnya, yang terganting pada faktor alam, kebiasaan, dan lain-lain. Maka kebudayaan islam dapat diselaraskan dengan masyarakat masing-masing.

Sebagai muslim dan warga Negara Republik Indonesia, Lafran juga menunjukan semangat nasionalismenya. Dalam kesempatan lain, pada pidato pengukuhan Lafran Pane sebagai Guru Besar dalam mata pelajaran Ilmu Tata Negara pada Fakultas Keguruan Ilmu Sosial, IKIP Yogyakarta (sekarang UNY), kamis 16 Juli 1970, Lafran menyebutkan bahwa Pancasila merupakan hal yang tidak bisa berubah. Pancasila harus dipertahankan sebagai dasar Negara Republik Indonesia. Namun ia juga tidak menolak beragam pandangan tentang pancasila, Lafran mengatakan dalam pidatonya:
” Saya termasuk orang yang tidak setuju kalau Pemerintah atau MPR mengadakan interprestasi yang tegar mengenai pancasila ini, karena dengan demikian terikatlah pancasila dengan waktu. Biarkan saja setiap golongan mempunyai interpretasi sendiri-sendiri mengenai pancasila ini. Dan interpretasi golongan tersebut mungkin akan berbeda-beda sesuai dengan perkembangan zaman. Adanya interpretasi yang berbeda-beda menunjukan kemampuan pancasila ini untuk selam-lamanya sebagai dasar (filsafat) Negara “. (hal.6)
Dari tulisan diatas nampak Lafran sangat terbuka terhadap beragam interpretasi terhadap pancasila, termasuk pada Islam. Islam bertumpu pada ajarannya memiliki semangat dan wawasan modern, baik dalam politik, ekonomi, hukum, demokrasi, moral, etika, sosial maupun egalitarianisme. Egalitarianisme ini adalah faktor yang paling fundamental dalam Islam, semua manusia sama tanpa membedakan warna kulit, ras, status sosial-ekonomi. Wajah islam yang seperti ini selazimnya dapat dibingkai dalam wadah keindonesiaan. Wawasan keislaman dalam wadah keindonesiaan akan sesuai dengan perkembangan waktu dan tempat. Untuk kepentingan manusia kontemporer diseluruh jagat raya ini sebagai rahmatan lil alamin.

Setiap 25 Januari, sebuah organisasi bernama Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) akan mengenang satu orang: Prof. Drs. H. Lafran Pane. Dia pemrakarsa berdirinya HMI, organisasi yang banyak melahirkan sumber daya manusia (SDM) terbaik di negeri ini, juga punya andil besar terhadap lahirnya proklamasi. Pada 25 Januari 1991, beliau meninggal dunia. Singkat kata, Lafran Pane Layak dijadikan tokoh nasional bahkan pahlawan nasional. Kerana HMI Organisasi yang didieikannya telag lahir tokoh-tokoh bangsa di negeri ini seperti seperti Dahlan Ranuwiharjo, Deliar Noer, Nurcholish Madjid, Ahmad Syafi Maarif, Kuntowijoyo, Endang Syaifuddin Anshori, Chumaidy Syarif Romas, Agussalim Sitompul, Dawam Rahardjo, Immaduddin Abdurrahim, Ahmad Wahib, Djohan Effendi, Ichlasul Amal, Azyumardi Azra, Fachry Ali, Bahtiar Effendy, dll,

Terdapat juga tokoh-tokoh sosial-ekonomi-politik seperti HMS Mintaredja, M,Sanusi, Bintoro Cokro Aminoto, Ahmad Tirtosudiro, Amir Radjab Batubara, Mar’ie Muhammad, Sulastomo, Ismail Hasan Metareum, Hamzah Haz, Bachtiar Hamzah, Ridwan Saidi, Jusuf Kalla, Amien Rais, Akbar Tanjung, Fahmi Idris, Mahadi Sinambela, Ferry Mursyidan Baldan, Hidayat Nur Wahid, Marwah Daud Ibrahim, Munir SH, Adyaksa Dault, Abdullah Hemahua, Yusril Ihza Mahendra, Syaifullah Yusuf, Bursah Jarnubi, Hamid Awwaluddin, Jimlie Asshiddiqi, Anas Urbaningrum, dan masih banyak lagi.


Ringkasan Singkat Materi Kekohatian

HMI lahir sekitar 68 tahun yang lalu tepatnya 5 Februari 1947 di daerah Jogjakarta, diawal berdirinya organisasi yang dikenal dengan sebutan slogan "yakusa! (Red; yakin usaha sampai)" ini ikut serta berjuang mempertahankan kemerdekaan RI dari berbagai permasalahan fundamental saat itu, semisal saat agresi militer Belanda, penumpasan PKI, dan berbagai peristiwa-peristiwa penting lainnya terutama terkait dengan permasalahan keummatan yang islami serta keintelektualitasan kaum muda (mahasiswa).

Seiring perkembangan zaman dan fase-fase yang telah dilewati, HMI menjadi sebuah organisasi yang sangat populer dan intens dalam hal-hal kebangsaan dan keislaman di kalangan mahasiswa. berbagai pencapaian maupun keberhasilan sukses diraih terutama dalam dua ranah tersebut, keberhasilan HMI memang tidak terlepas dari keegaliteran kadernya (HMI-wan & HMI-wati) dalam memberikan ruang yang seluas-luasnya untuk mengaktualisasi diri serta mengembangkan berbagai disiplin ilmu yang dimiliki para kader, sehingga sebutan "Harapan Masyarakat Indonesia" yang diungkapkan salah seorang tokoh besar sekaliber Jendral Soedirman patut di benarkan.

Lalu apa itu KOHATI?

Jika mendengar istilah Kohati penulis rasa setiap kader HMI mengetahuinya, namun bagi yang lupa ataupun belum tahu makna kohati penulis rasa artikel ini bisa menjadi sekedar refrensi membantu ingatan anda. Kohati adalah badan khusus HMI yang bertugas sebagai wahana untuk mengakomodir potensi dan bakat tersembunyi kaum perempuan serta sebagai wahana penampung aspirasi anggota HMI yang bergender perempuan. Kohati sendiri merupakan singkatan dari Korps HMI-wati, tugasnya adalah membina, mengembangkan, dan meningkatkan potensi para kader HMI-wati dalam wacana dan dinamika gerakan keperempuanan. Adapun syarat untuk tergabung dalam badan khusus HMI yang dikenal dengan istilah kohati ini adalah mahasiswa yang aktif kuliah yang telah dinyatakan lulus dalam LK 1 (pasal 8).

Dalam eksistensinya kohati memiliki sifat semi-otonom (pasal 5), yang artiannya jika ia (Red; kohati) berada dalam jajaran keorganisasian HMI dikenal sebagai "Bidang/Unit Pemberdayaan Perempuan" dan secara eksternal ia dikenal dengan istilah "Kohati" sehingga dengan sifatnya ini, maka Kohati bisa diasumsikan sebagai sub-sistem dalam perjuangan HMI. Adapun latar belakang munculnya sifat ini adalah asumsi kader HMI yang mengakui adanya kesamaan kemampuan dan kesempatan para anggota baik yang bergender perempuan atau laki-laki. Namun suprastruktur masyarakat kita masih menempatkan posisi organisasi sebagai alat yang paling efektif untuk menyahut berbagai persoalan dalam upaya menyahut berbagai persoalan dalam upaya mencapai tujuan.

Faktor Pendorong Lahirnya Kohati
Melihat realita kekinian secara global bangsa ini tengah dilanda keprihatinan yang berkepanjangan, baik dalam persoalan sosial, ekonomi, dan politik yang menempatkan kaum perempuan sebagai korbannya. Salah satu kasus yang paling mendasar saat ini adalah kurang stabilnya perekonomian negara, permasalahan ini menempatkan kaum perempuan harus mampu menghadapinya untuk tetap bertahan hidup. Disamping itu juga minimnya keterwakilan kaum perempuan dalam parlemen dirasa sangat menjadi permasalahan utama hari ini, seyogyanya keterwakilan perempuan itu untuk saat ini bisa sepadan dengan kaum laki-laki, yaitu minimal 40% bukan lagi 30%.

Sekelumit contoh permasalahan tersebut memang didasari oleh minimnya kualitas SDM dari kaum perempuan, sikap apatis yang masih menggerogoti sebagian masyarakat kita membawa dampak yang kurang baik bagi perkembangan kaum perempuan sehingga keterpurukan itu memang agak sulit dikendalikan. Oleh sebab itu diharapkan terdapat suatu pencerahan yang mampu membangkitkan semangat berintelektual dan memperbaiki diri bagi kaum perempuan, sehingga selayaknya Kohatilah yang menjadi barometer utama mencapai cita-cita luhur tersebut karena dirasa memiliki kemampuan dalam merespon persolan-persoalan di negara ini. Hal ini memang hampir senada dengan tujuan HMI-wati alias Kohati, yaitu "Terbinanya Muslimah Berkualitas Insan Cita" tersebut.

Kohati didirikan pada tanggal 17 September 1966 M (2 Jumadil Akhir 1386 H) di Solo, yang kebetulan saat itu menjadi tuan rumah Kongres HMI ke VIII. Adapun alasan utama yang mendasari lahirnya HMI-wati/Kohati adalah;
a. Secara internal, Departemen keputrian saat itu dinilai tidak mampu lagi menampung aspirasi para kader HMI-wati dan disamping itu juga basic-needs (kebutuhan dasar) anggota tentang berbagai persoalan keperempuanan kurang bisa di fasilitasi oleh HMI.
b. Secara Eksternal, HMI saat itu mengalami tantangan yang cukup pelik yaitu hadirnya komunisme melalui pintu gerakan perempuan (Gerwani) dan maraknya berbagai gerakan keperempuanan di negara saat itu.

Fungsi dan Peran Kohati
Dalam perjuangannya, Kohati memiliki domain isu yang lebih ke arah keperempuanan terutama terkait dengan Keislaman, Kesejahteraan, Pemberdayaan, Egalitarianisme dan Demokrasi, serta Etika atau Moralitas Masyarakat.

Fungsi Kohati sendiri adalah sebagai wadah peningkatan dan pengembangan potensi kade HMI dalam wacana dan dinamika keperempuanan, sedangkan peranannya adalah sebagai pencetak dan pembina muslimah sejati untuk menegakkan dan mengembangkan nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan, sehingga jika ditelaah lebih lanjut fungsi dan peran Kohati dalam keorganisasian HMI adalah sebagai akselerator pengkaderan bagi HMI-wati terutama yang diarahkan pada pembinaan akhlak, intelektual, keterampilan, kepemimpinan, kekeluargaan, dan beberapa kualitas lain yang menjadi kebutuhan anggota. Adapun keberhasilan pergerakannya ditentukan oleh para anggotanya.

Sumber; dari berbagai informasi

Salam yakusa!!
HMI memberikan segalanya untuk kadernya, mumpung masih masih mahasiswa perbanyak kualitas diri dan jangan sekali-sekali mencari kehidupan di organisasi ini.
"Z Hafizi (sekum HMI Komisariat Unindra PGRI Priode 2014-2015)"
5 KUALITAS INSAN CITA HMI

5 KUALITAS INSAN CITA HMI




Kualitas insan cita HMI adalah merupakan dunia cita yakni ideal yang terwujud oleh HMI di dalam pribadi seorang manusia yang beriman dan berilmu pengetahuan serta mampu melaksanakan tugas kerja kemanusiaan. Kualitas tersebut sebagai mana dirumuskan dalam pasal tujuan (pasal 5 AD HMI) adalah sebagai berikut:
Kualitas Insan Akademis
  • Berpendidikan tinggi, berpengetahuan luas, berfikir rasional, obyektif, dan kritis.
  • Memiliki kemampuan teoritis, mampu memformulasikan apa yang diketahui dan dirahasiakan. Dia selalu berlaku dan menghadapi suasana sekelilingnya dengan kesadaran.
  • Sanggup berdiri sendiri dengan lapangan ilmu pengetahuan sesuai dengan ilmu yang dipilihnya, baik secara teoritis maupuan teknis dan sanggup bekerja secara ilmiah yaitu secara bertahap, teratur, mengarah pada tujuan sesuai dengan prinsip-prinsip perkembangan.
Kualitas Insan Pencipta; Insan Akademis, Pencipta
  • Sanggup melihat kemungkinan-kemungkinan lain yang lebih dari sekedar yang ada, dan bergairah besar untuk menciptakan bentuk-bentuk baru yang lebih baik dan bersikap dengan bertolak dari apa yang ada (yaitu Allah). Berjiwa penuh dengan gagasan-gagasan kemajuan, selalu mencari perbaikan dan pembaharuan.
  • Bersifat independen dan terbuka, tidak isolatif, insan yang menyadari dengan sikap demikian potensi, kreatifnya dapat berkembang dan menemukan bentuk yang indah-indah.
  • Dengan ditopang kemampuan akademisnya dia mampu melaksanakan kerja kemanusiaan yang disemangati ajaran Islam.
Kualitas Insan Pengabdi; Insan Akademis, Pencipta, Pengabdi
  • Ikhlas dan sanggup berkarya demi kepentingan orang banyak atau untuk sesama umat.
  • Sadar membawa tugas insan pengabdi bukanya hanya membuat dirinya baik, tetapi juga membuat kondisi sekelilingnya menjadi baik.
  • Insan akademis, pencipta dan pengabdi adalah yang pasrah cita-citanya yang ikhlas mengamalkan ilmunya untuk kepentingan sesamanya.
Kualitas Insan yang bernafaskan Islam: Insan Akademis, Pencipta dan Pengabdi yang bernafaskan Islam
  • Islam yang telah menjiwai dan memberi pedoman pola pikir dan pola lakunya tanpa memakai merk Islam. Islam akan menjadi pedoman dalam berkarya dan mencipta sejalan dengan mission Islam. Dengan demikian Islam telah menafasi dan menjiwai karyanya.
  • Ajaran Islam telah berhasil membentuk “unity of personality” dalam dirinya. Nafas Islam telah membentuk pribadinya yang utuh tercegah dari split personality tidak pernah ada dilema antara dirinya sebagai warga negara dan dirinya sebagai muslim insan ini telah meng-integrasi-kan masalah suksesnya dalam pembangunan Nasional bangsa ke dalam suksesnya perjuangan umat Islam Indonesia dan sebaliknya.
Kualitas insan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT :
  • Insan akademis, Pencipta dan Pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT.
  • Berwatak, sanggup memikul akibat-akibat yang dari perbuatannya sadar bahwa menempuh jalan yang benar diperlukan adanya keberanian moral.
  • Spontan dalam menghadapi tugas, responsif dalam menghadapi persoalan-persoalan dan jauh dari sikap apatis.
  • Rasa tanggung jawab taqwa kepada Allah SWT, yang menggugah untuk mengambil peran aktif dalam suatu bidang dalam mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur yang diridhoi Allah SWT.
  • Korektif terhadap setiap langkah yang berlawanan dengan usaha mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.
Percaya pada diri sendiri dan sadar akan kedudukannya sebagai “khalifah fil ardhi” yang harus melaksanakan tugas-tugas kemanusiaan.
Pada pokoknya insan cita HMI merupakan “Man of future” insan pelopor yaitu insan yang berfikiran luas dan berpandangan jauh, bersifat terbuka, terampil atau ahli dalam bidangnya, dia sadar apa yang menjadi cita-citanya dan tahu bagaimana mencari ilmu perjuangan untuk secara operatif bekerja sesuai yang dicita-citakan.
Ideal type dari hasil perkaderan HMI adalah “Man of inovator” (duta-duta pembaharu). Penyuara “Idea of progress” insan yang berkepribadian imbang dan padu, kritis, dinamis, adil dan jujur tidak takabur dan bertaqwa kepada Allah SWT. Mereka itu manusia-manusia yang beriman berilmu dan mampu beramal soleh dalam kualitas yang maksimal (insan kamil).
Dari lima kualitas lima insan cita tersebut pada dasarnya harus dipahami dalam tiga kualitas insan Cita yaitu kualitas Insan akademis, kualitas insan pencipta dan kualitas insan pengabdi. Ketiga kualitas insan pengabdi tersebut merupakan insan Islam yang terefleksikan dalam sikap senantiasa bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adi dan makmur yang diridhoi Allah SWT.
TUGAS ANGGOTA HMI
Setiap anggota HMI berkewajiban berusaha mendekatkan kualitas dirinya pada kualitas insan cita HMI seperti tersebut di atas. Tetapi juga sebaliknya HMI berkewajiban untuk memberikan pimpinan, bimbingan dan kondusif bagi perkembangannya potensi kualitas pribadi-pribadi anggota-anggota dengan memberikan fasilitas-fasilitas dan kesempatan-kesempatan. Untuk setiap anggota HMI harus mengembangkan sikap mental pada dirinya yang independen untuk itu :
  • Senantiasa memperdalam hidup kerohanian agar menjadi luhur dan bertaqwa kepada Allah SWT.
  • Selalu tidak puas dan selalu mencari kebenaran.
  • Jujur dan tidak mengingkari hati nurani atau hanief.
  • Teguh dalam pendirian dan obyektif rasional menghadapi pendirian yang berbeda.
  • Bersifat kritis dan berfikir bebas kreatif.
  • Hal tersebut akan diperoleh antara lain dengan jalan:
  • Senantiasa mempertinggi tingkat pemahaman ajaran Islam yang dimilikinya dengan penuh gairah.
  • Aktif berstudi dalam fakultas yang dipilihnya.
  • Mengadakan tentir club untuk studi ilmu jurusannya dan club studi untuk masalah kesejahteraan dan kenegaraan.
  • Giat dalam studi dan selalu mengikuti perkembangan situasi.
  • Selalu mengadakan perenungan terhadap ilmu-ilmu yang sudah dimilikinya dan mengemukakan pendapatnya sendiri.
  • Selalu hadir dalam forum ilmiah.
  • Memelihara kesehatan badan dan aktif mengikuti karya bidang kebudayaan.
  • Selalu berusaha mengamalkan dan aktif dalam mengambil peran dalam kegiatan HMI.
Bahwa tujuan HMI sebagai dirumuskan dalam pasal AD HMI pada hakikatnya adalah merupakan tujuan dalam setiap anggota HMI. Insan cita HMI adalah gambaran masa depan HMI. Suksesnya seorang HMI dalam membina dirinya untuk mencapai insan cita HMI berarti dia telah mencapai tujuan HMI.
Insan cita HMI ini pada suatu waktu akan merupakan Ïntelectual community”atau kelompok intelegensia yang mampu merealisir cita-cita umat dan bangsa dalam suatu kehidupan masyarakat yang sejahtera spiritual, adil dan makmur serta bahagia (masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT).

InTouch
Update Available
Download It